Friday, December 20, 2013

Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi Part 2

Posted by Unknown on 1:44 PM

gambar gadis sma diperkosa
Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi | Malam telah larut dan desa sudah sepi. Tapi di sebuah pos siskamling di ujung sawah, suara tawa cekakakan memecah kesunyian. Tawa yang berasal dari empat orang yang duduk bersila di dalam pos siskamling dan asyik bermain gaple. Pos siskamling ini terletak tak jauh dari rumah Pak Raka, rumah tempat Pak Hasan dan Lidya sementara tinggal.
Pos siskamling itu berada di ujung terluar sawah yang membentang beberapa hektar, agak terpisah dari jalan kampung. Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan SeksiPosisinya yang pas berada di mulut jalan setapak menuju hutan kapuk randu menjadi salah satu alasan dibangunnya pos di tempat itu. Atau setidaknya itulah alasan mahasiswa KKN yang membangunnya. Kini pos itu sudah jarang digunakan untuk ronda karena di desa sudah dibangun pos yang baru dan letaknya yang terlalu jauh.
Pak Hasan membanting kartu dominonya. “Payah nih Ecep ngocoknya! Masa dari tadi aku dapatnya balak enam melulu?”
Ecep, Edi dan Eko tertawa hampir bersamaan. Keempat orang ini adalah kawan lama, walaupun tiga orang kawan Pak Hasan usianya jauh lebih muda darinya. Malam ini Pak Hasan sengaja menyempatkan diri untuk bermain gaple bersama dengan ketiga sahabatnya untuk mengenang masa lalu.
…sekaligus berharap dapat meraup uang.
Ya, keempatnya memang dikenal hobi judi domino atau gaple. Sejak awal permainan, Pak Hasan sudah menderita kekalahan. Ia bahkan harus merelakan uang saku dari Andi lepas dari tangannya. Agak bahaya juga seandainya ia tidak bisa memenangkan kembali uang itu,Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi karena uang saku dari Andi rencananya akan dipakai untuk membayar hutang pada Koh Liem besok. Koh Liem adalah tengkulak dan tuan tanah yang cukup disegani di Desa Kapukrandu dan ketiga orang yang saat ini bersama Pak Hasan dikenal sebagai anakbuahnya.
“Ngomong – ngomong, Pak… siapa cewek yang Pak Hasan ajak itu?” tanya Eko. “Cantiknya gila, bodynya juga mantap. Tadi pagi aku lihat dia jalan – jalan ke pasar pojok. Segerrr beneerrrr… Boleh nih kalau dia dibagi – bagi?”
Kata – kata Eko itu langsung disambut gelak tawa dua temannya yang lain. Pak Hasan hanya tertawa kecil.
“Heh, jangan ngawur. Dia itu istrinya Andi. Dia itu menantuku.”
“Wah hebat punya menantu sebahenol itu. Bisa juga Andi milih cewek. Tapi… Andi kan nggak ada, Pak? Kalau bisa sih tetap dibagi – bagi.” Balas Eko yang kembali disambut gelak tawa Edi dan Ecep. Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi Eko memang tidak bisa melepaskan pandangan sejak pertama kali berjumpa dengan Lidya. Kecantikannya yang natural dan tubuhnya yang indah membuat Eko panas dingin.
“Hm… mungkin itu bisa diatur?” Pak Hasan terkekeh, sebuah rencana menyeruak memasuki ruang pikirannya yang kotor. “Coba aku pulang dulu, aku tanyakan ke dia.”
Pak Hasan langsung meninggalkan ketiga kawannya dan bergegas pulang ke rumah. Entah nasib buruk apa yang selalu menggelayuti Lidya, kebetulan si cantik itu sedang menyapu teras rumah. Rambutnya yang panjang diikat kucir kuda, pakaian yang dikenakan hanyalah daster tipis sederhana, namun karena pada dasarnya ia memiliki pesona, kecantikan Lidya menerawang sampai jauh.Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi Seakan – akan ada cahaya keemasan keluar dari tubuhnya yang indah. Pak Hasan yang sudah beberapa kali menyetubuhi menantunya itu masih tidak percaya ia bisa meniduri wanita seindah ini.
“Nduk.” Panggil Pak Hasan menghampiri Lidya.
“Ya.” Balasan keluar dari mulut yang terbuka tipis tanpa semangat.
“Berhubung ada kamu di sini, aku mau minta bantuan, Nduk.” Kata Pak Hasan sambil menatap mata menantunya dengan tajam. Ia menarik bagian atas lengan Lidya dan memegangnya erat – erat supaya Lidya menanggapinya dengan serius.
“Ba – bantuan apa?” Lidya menatap mata mertuanya dengan takut – takut. Begitu eratnya pegangan Pak Hasan pada lengannya sampai – sampai sapu yang sedang ia pegang terpaksa ia jatuhkan ke lantai. Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
“Yah, kamu kan tahu aku baru saja darimana? Teman – teman lamaku itu mengambil cukup banyak uang yang diberikan Andi. Kita harus memenangkannya kembali, uang itu aku butuhkan untuk membayar hutang besok. Aku mau kamu datang dan membantu…”
Lidya tahu Pak Hasan pergi bermain kartu di pos kamling, tapi ia tidak tahu apa yang dimaksud mertuanya itu. “Mengambil cukup banyak uang??? Maksud Bapak??”
“Judi.”
Lidya menepuk dahinya dengan kesal. “Judi?!! Bapak memakai uang Andi untuk judi?!! Astaga…!!”
“Makanya bantu aku memenangkannya.”
“Tidak mau! Aku tidak mau membantu Bapak kalau untuk alasan seperti itu… aku tidak mau berjudi!”
“Aku tidak menyuruhmu berjudi. Aku menyuruhmu membantuku mengambil kembali uang Andi yang mereka ambil. Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan judi.”
“Maksudnya…?”
“Aku ingin kamu mengalihkan perhatian ketiga temanku itu.”
Lidya mengernyit heran, “Memang bagaimana caranya?”
“Kamu diam saja kalau mereka menggerayangimu, kalau perlu kau rayu mereka supaya mau menyentuh tubuhmu. Dengan begitu perhatian mereka teralih dari permainan ke kamu.”
Kata – kata itu bagaikan guntur yang membelah lautan di batin Lidya. Merayu teman – teman judi mertuanya! Dia pikir dia ini siapa? Pelacur yang bisa dipesan dan dibagikan kapan saja? Siapa pula Pak Hasan pikir dirinya itu? Germo yang menawarkan pelacur? Lidya menggerutu kesal. Dia ini menantunya! Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
“Aku tidak mau melakukannya! Gila!” tolak Lidya tegas.
Pak Hasan menggaruk kepalanya, “kenapa?”
“Jelas jawabannya tidak! Sadar dong, Pak. Aku ini menantumu sendiri, masih menikah dengan Andi, anakmu! Sekarang Bapak ingin aku merayu orang – orang yang tidak aku kenal demi uang judi? Aku tidak sudi! Apa yang pernah aku lakukan di mal dan pasar dulu sudah keterlaluan, aku tidak ingin melakukannya lagi.”
“Betul sekali. Tapi coba pikirkan ini baik – baik… jika Andi tahu apa yang terjadi pada dirimu, pada hubungan kita berdua, pernikahanmu yang sempurna akan hancur berantakan. Siap menerima resiko itu? Aku sih tidak ada masalah…”
Kata – kata Pak Hasan menohok Lidya. Wajah si cantik itupun berubah seratus delapanpuluh derajat.
“Kumohon, Pak… jangan lakukan ini… kalau Mas Andi sampai tahu…” rengek Lidya. Wajah pasrah dan kalah sang menantu membuat Pak Hasan makin berani menekan sang menantu. Si cantik itu jelas tidak ingin semua yang telah dilakukannya diketahui oleh Andi dan itu selalu menjadi kartu as bagi Pak Hasan.
“Sebenarnya sih semua terserah padamu, Nduk. Kalau kamu membantuku mendapatkan uangku kembali serta mendapatkan keuntungan tambahan, maka semua akan baik – baik saja. Teman – temanku itu juga bisa dipastikan tidak akan memberitahu Andi. Tapi kalau kamu tidak mau, ya terpaksa kita beritahu saja Andi apa yang sebenarnya terjadi. Begitu saja kok repot.”
“Kumohon, Pak….” Lidya masih terus merengek. “Aku mau melakukan apa saja asal jangan yang seperti itu…”
Terus menerus ditolak Lidya membuat Pak Hasan menunjukkan wajah yang sangat masam. Pria itu mendengus kesal dan dengan geram melempar gelas yang ia ambil dari atas meja teras, menumpahkan sisa kopi yang tadi sore dibuatkan oleh Lidya dan berjalan kembali ke arah pos siskamling meninggalkan Lidya yang berdiri dalam kegamangan. Pria tua itu sempat melihat Lidya menghapus tetes air mata dari pipinya. Melempar gelas itu hanya tipuannya saja supaya terlihat marah, ia bisa melihat Lidya ketakutan melihatnya mengamuk. Masalah mengganti gelas punya Bu Raka sih masalah gampang.
Lidya memunguti pecahan gelas yang tadi dilempar Pak Hasan dengan hati – hati, si cantik itu menimbang – nimbang sebentar apa yang harus dilakukan. Ia menggeram marah dan dengan langkah jengkel berjalan menuju pos siskamling setelah mengunci pintu rumah. Tak ada jalan lain, dia harus menurut pada mertuanya. Pos ronda tempat Pak Hasan dan teman – temannya bermain judi berbentuk balai – balai dengan empat kaki penyangga dan tiga sisi tertutup dinding kayu hingga langit – langit. Bagian depannya terbuka tiga perempat dengan separuh dinding bagian atas terbuka.
Kawan – kawan judi Pak Hasan adalah begundal dan preman desa, mereka dikenal dengan nama Eko Tompel - si gondrong kurus berhidung pesek yang memiliki tompel besar berambut di pipi, Edi Gagap - yang gundul dan bertubuh besar namun kurang lancar bicara, serta Ecep Sumbing - si penderita bibir sumbing yang tidak pantas dikasihani.
Ketiga orang kawan lama Pak Hasan ini membuat Lidya bergidik, ketiganya sangat lusuh dan kotor karena jarang mandi. Bau ketiganya juga membuat menantu Pak Hasan itu ingin muntah. Ketika melihat sosok wanita jelita itu datang, ketiga orang itu langsung mengamati Lidya dari atas ke bawah seperti hendak menelannya hidup – hidup. Desa Kapukrandu tentu tidak kehabisan stok warga yang cantik, tapi karena Lidya adalah wanita yang luar biasa mempesona maka penampilannya membuat Edi, Eko dan Ecep menahan nafas. Tubuhnya yang indah dan wajahnya yang cantik menjadi perhatian warga sejak kedatangannya bersama Pak Hasan di desa ini.
“Bapak – bapak sekalian, kenalkan ini menantu saya, namanya Lidya.” Kata Pak Hasan sambil tersenyum bangga. Dia mengedipkan mata pada Eko, Ecep dan Edi penuh arti. Karena sudah lama bergaul dengan Pak Hasan maka ketiganya langsung mengerti apa maksud Pak Hasan. Lidya melihat kedipan Pak Hasan pada tiga temannya, tapi dia tidak tahu apa artinya. Tanpa ia sadari, sesungguhnya Lidya telah jatuh ke perangkap maut yang sudah bertahun – tahun dipraktekkan oleh keempat orang ini pada gadis – gadis desa atau istri warga kampung yang terlalu lugu.
“Wah, ca – ca – ca – cantiknya menantu Pak Hasan! Sungguh beruntung Andi mendapatkan istri semacam ini… kalau yang seperti ini, a – a – a – aku juga mau!” kata Edi Gagap. Walaupun gagap, apa yang diucapkan Edi kadang keluar tanpa ia pikir dulu.
“Nyantik…” sambung Ecep. Karena sumbing, dia jarang bicara. Lidya biasanya merasa kasihan pada penderita bibir sumbing, tapi Ecep bukan orang seperti itu, tubuhnya yang hitam kekar nyaris penuh oleh tatto dengan bentuk tidak jelas karena gambarnya tumpang tindih. Lidahnya yang panjang menjilat – jilat bibirnya sendiri ketika melihat sosok Lidya yang seksi. Pandangan mata Ecep tajam menghujam mata Lidya yang ketakutan.
“Afa liat – liat?!!!” bentak Ecep.
“Ti – tidak… aku tidak… aku tidak…” Lidya mundur teratur mendengar bentakan Ecep, ia tidak ingin dianggap menghina bibirnya yang sumbing hingga membuat orang menyeramkan itu tersinggung. Tapi belum sempat Lidya kabur, tangannya sudah dipegang oleh Eko.
“Sini… sini, Nduk… jangan takut. Kenalkan namaku Eko. Kalau di desa sini sering dipanggil Eko Tompel. Dua temanku ini Edi Gagap sama Ecep Sumbing.” Tanpa rasa malu Eko menarik tangan Lidya, dengan berani dia bahkan mendudukkan Lidya sangat dekat dengannya. Tubuh mereka seakan tidak ada jarak, Lidya duduk tepat di tepat di depan Eko yang bersila. Dengan berani Eko memeluk tubuh Lidya yang kebingungan dari belakang.
“Ja – jangan kurang ajar…!” bentak Lidya takut – takut. Ia menundukkan kepala karena tidak berani beradu pandang dengan Pak Hasan yang melotot di hadapannya.
“Kurang ajar kenapa? Kamu mau pilih duduk sama siapa? Ecep? Atau Edi? Boleh saja…”
Lidya menggeleng, dari ketiga orang teman Pak Hasan, sepertinya Eko yang paling normal.
“Ini, coba kamu aja yang pegang kartu aku…” kata Eko sambil mendekatkan kepalanya ke samping kepala Lidya. Uuh, begitu baunya tubuh Eko sampai – sampai Lidya enggan menarik nafas karena akan langsung tercium bau tidak sedap, apalagi mereka terlalu berdekatan. Nafas orang yang jarang sikat gigi bukan nafas yang pantas dipamerkan batin Lidya, apalagi nafas Eko juga berbau alkohol bercampur rokok. Rambut Eko yang keriting gondrong sepertinya juga tidak terurus, membuatnya semakin tidak sedap dipandang apalagi dibau.
Posisi Lidya terus ditarik oleh Eko hingga kini duduk tepat di depannya. Si cantik itu awalnya bersimpuh namun kini terpaksa duduk bersila dengan kaki Eko mengapit paha kanan dan kirinya. Si tompel itupun dengan santai memeluk tubuh Lidya dari belakang dan menyuruhnya memegang kartu. Ketika Lidya menolak, kedua tangannya dipegang erat oleh Eko hingga tak bisa digerakkan. Begitu dekatnya tubuh mereka sehingga Lidya bisa merasakan ada tonjolan yang makin lama makin besar di selangkangan Eko. Tonjolan itu menyentuh sisi kanan pantatnya membuat Lidya bergelinjang jijik.
Lidya mencoba mencari bantuan, namun Pak Hasan sepertinya tidak peduli apa yang dilakukan oleh Eko Tompel pada menantunya. Setelah Lidya tidak bisa melakukan protes lagi, keempat pria yang ada di pos kamling itu melanjutkan permainan kartu domino mereka. Laki – laki buruk rupa yang ada di belakang Lidya makin berani, ia menempelkan dadanya ke punggung si cantik. Tangan Eko juga mulai nakal sesekali mengelus – elus paha mulus Lidya. Si cantik itu mengutuk dirinya sendiri karena memutuskan memakai daster malam ini. Dengan berani Eko mengendus harum rambut panjang Lidya sementara tangannya bergerilya di pahanya.
“Kucirnya aku lepas saja, ya?” tanya Eko.
Lidya mengangguk.
“Kamu lebih cantik jika rambutnya digerai.” Kata Eko sambil melepas kucir rambut Lidya.
Tubuh Lidya mulai bergetar karena takut. Pak Hasan sepertinya sudah tidak mempedulikan dirinya lagi, ia tidak ambil pusing apa yang dilakukan oleh Eko padanya. Namun berkat kehadiran Lidya, pria tua itu berhasil memenangkan satu putaran karena Eko sudah tidak bisa berkonsentrasi. Eko Tompel sendiri bagaikan raja karena dibiarkan bebas mengerjai tubuh Lidya. Ketika si pesek itu mengenduskan hidungnya yang rata ke tengkuk Lidya, tubuh si seksi itu langsung bergetar hebat. Makin berani, Eko mencium leher Lidya sementara tangannya makin naik menyusur paha sambil mengangkat dasternya sedikit demi sedikit.
“Jangan…..” bisik Lidya pada Eko. “Jangan, aku…”
Tapi kucing mana yang akan berhenti jika sudah mendapat suguhan ikan? Bibir Eko melaju tanpa henti di leher dan bahu Lidya. walaupun menolak, tidak bisa dipungkiri kalau dijadikan mainan seperti ini membuat Lidya lama kelamaan sedikit terangsang terutama pada saat Eko menggunakan gigi untuk melepas tali daster menuruni bahunya yang mulus. Lidya menggelengkan kepala seakan jika ia melakukan hal itu ia sanggup menghapus nikmat yang diberikan pria buruk rupa di belakangnya. Eko menggunakan gigi karena tangannya masih sibuk menghajar paha Lidya. Si cantik itu memejamkan mata ketika ia merasakan selangkangan Eko mulai bergerak maju menumbuk pantatnya berulang.
Pak Hasan, Edi dan Ecep menahan tawa geli ketika melihat Lidya mulai gelisah antara keenakan, takut dan malu. Tanpa bisa ditahan, Lidya menggerakkan pantatnya ke belakang secara reflek. Eko tambah bersemangat, ia mengangkat bagian bawah daster si cantik itu sedikit demi sedikit, semakin lama semakin naik dan makin menunjukkan celana dalam yang dikenakannya. Kini Edi dan Ecep bisa melihat jelas underwear berwarna merah jambu yang dikenakan menantu Pak Hasan yang seksi. Mata keduanya tidak bisa lepas dari belahan yang nampak di bagian bawah celana dalam itu.
Pak Hasan mengedipkan mata pada Eko yang langsung dibalas dengan anggukan kepala. Lidya yang memejamkan mata tak bisa melihat kode dari Pak Hasan kepada Eko itu.
Tanpa menunggu lama Eko mengelus bagian terbawah dari celana dalam Lidya. Menyentuhnya pelan dan menggeseknya dengan lembut.
“Oooooohhhhh….. essstttt…..” Lidya mendesis penuh nikmat ketika Eko menyentuh kemaluannya yang masih tertutup celana dalam. Ia tidak bisa bertahan dan menjatuhkan kartu – kartu Eko yang sebelumnya ia pegang.
Melihat Lidya sepertinya sudah jatuh ke dalam jebakan nafsu, Edi dan Ecep melepas kartu mereka dan maju dengan air liur menetes ke arah Lidya. Keduanya tak ingin ketinggalan menikmati tubuh seksi Lidya, Ecep yang meyukai perut yang rata dan ramping meraba dan mengelus perut Lidya. Sementara Edi lebih berani lagi, si gagap itu sudah tak tahan melihat ranumnya bibir Lidya dan memutuskan untuk menciumnya. Bibir manis Lidya dikulum oleh bibir tebal Edi Gagap. Bau mulut yang jarang sikat gigi begitu busuk terasa di mulut Lidya. Jika si cantik itu merasa jijik, sebaliknya Edi gembira sekali bisa merasakan bibir ranum milik istri Andi, bibir milik seorang wanita yang seharusnya tidak bisa dijamah sama sekali.
Lidya yang merasa jijik diserang oleh tiga orang secara bersamaan menolak bibir Edi. “Aku tidak mau! Jang…”
Belum selesai Lidya mengucapkan kata – kata, Edi menarik kepalanya dan kembali menciumnya. Kali ini rangsangan dari semua arah membuat Lidya tak kuat bertahan, dengan tidak mempedulikan bau yang ia cium, Lidya membalas ciuman Edi. Si gagap itu bahagia sekali.
Tangan Ecep pun tak kalah nakal, melihat Edi berhasil mendapatkan bibir Lidya, Ecep menyerang payudaranya. Tangan Ecep menggerayangi buah dada Lidya yang masih berada di balik daster. “Euuuuuhhhh…” Serangan Ecep membuat Lidya melenguh keenakan di sela – sela ciuman Edi.
Melihat Edi telah mencium bibir Lidya dan Ecep menggerayangi payudara si cantik itu, Eko Tompel segera memasukkan jemarinya ke balik celana dalam Lidya untuk menyentuh kemaluannya. Bibir vagina Lidya sudah basah oleh cairan pelumas yang keluar karena rangsangan bertubi ketiga preman membuat Eko makin girang. Dengan lancar Eko melesakkan jari tengahnya ke dalam memek Lidya.
“Huaagghhh!!! Uuuhhh!! Hiikkkghhh!!!” Lidya mengembik mencoba menolak semua yang menyerangnya, ia tidak bisa bergerak karena tiga orang teman Pak Hasan menghajarnya tanpa henti, membuat tiga bagian tubuh utamanya merasa keenakan. Sementara jari Eko bergerak lincah menusuk – nusuk vaginanya, pantat Lidya digerakkan maju mundur dengan gerakan seirama.
Tiba – tiba saja…..
“Hei, hei, hei… kalian mau ngapain? Itu menantuku.”
Suara itu menggelegar menghentikan semua gerakan yang dilakukan oleh Edi, Eko dan Ecep. Lidya terengah – engah di tengah mereka, bajunya sudah acak – acakan, sebagian besar terbuka dan memperlihatkan tubuhnya yang putih mulus. Pak Hasan yang duduk tenang di depan mereka tersenyum jumawa sambil mengocok kartu domino yang ia pegang.
“Walaupun aku tahu menantuku itu seksi dan kalian sangat ingin bisa memasukkan kontol ke memeknya, tapi maaf… aku tidak bisa menyerahkan dia pada kalian.” kata Pak Hasan.
“Yaaa, kok gitu sih, Pak?” Eko melepas cengkramannya pada Lidya dengan kecewa.
“Nyanggung amat niyh, Pak.” Sambung Ecep.
“Pa – padahal tadi i – i – ini kan su – su – sudah hampir…” Edi terduduk menahan kesal.
“Jangan sedih gitu dong, jangan khawatir. Kita kan kawan lama? Aku punya tawaran lain untuk kalian bertiga.” Pak Hasan mengeluarkan rokok dari kantongnya dan menyalakannya. “Begini lho, Lidya ini kan menantuku sendiri, aku tidak bisa membiarkan Andi sedih melihat istrinya dijadiin lonthe sama orang – orang kampung sini. Jadi kalian tidak boleh menyentuhnya…”
Edi, Eko dan Ecep mengeluh bersamaan, nafsu mereka hilang dalam sekejap.
“Hahaha, sudah aku bilang jangan sedih begitu, aku ada pengecualiannya untuk kalian. Supaya seru, kita bikin permainan. Bagaimana?” Pak Hasan terbahak sambil menarik Lidya dari kepungan ketiga kawannya. Untuk pertama kalinya malam ini, Lidya merasa lega sudah diselamatkan, tapi… permainan apa yang dimaksud Pak Hasan, ya?
“Kita lanjutkan permainan domino ini. Orang yang memenangkannya akan aku ijinkan menyentuh Lidya, hanya saja tidak boleh melakukan dikenthu. Kalau aku yang menang, permainan dibatalkan.” Pak Hasan menyeringai penuh kemenangan. “Tapi ada syaratnya, kalau kalian mau menerima tantanganku ini, kalian harus membayarnya dengan semua uang yang kalian bawa malam ini. Anggap saja untuk biaya administrasi…” Pak Hasan tertawa terbahak – bahak.
Lidya menggemeretakkan giginya dengan kesal. Ternyata belum selesai.
Edi, Eko dan Ecep saling berpandangan. Mereka mengangkat bahu dan berbisik – bisik kecil, lalu ketiganya mengangguk dan tertawa bersama. Mereka mengosongkan isi kantong dan memberikannya pada Pak Hasan.
“Dasyar merytua gila.” Geleng Ecep sembari tertawa.
“Si – si – sial, padahal ma – ma – malam ini aku bawa uang banyak.” Sambung Edi yang langsung menguras isi dompetnya.
“Tidak masalah! Kita kan temen lama, Pak. Atur aja dah.” Kata Eko yang langsung melemparkan dompetnya ke depan Pak Hasan. “Ambil berapapun Pak Hasan mau. Tapi kita juga butuh jaminan nih. Bagaimana kalau Pak Hasan minta menantunya yang cantik ini untuk membuka baju?”
“Bisa…. bisa…” Pak Hasan lalu menatap Lidya dengan galak. “Buka.”
Lidya menggeleng ketakutan. Tadinya ia merasa sudah diselamatkan, sekarang? Ia merasa seperti binatang tak berdaya yang sedang diumpankan kepada para pemburu.
“Aku bilang buka!” hardik Pak Hasan.
Lidya kembali menggeleng.
Mata Pak Hasan melotot melihat Lidya menolak membuka baju. Awalnya dia emosi karena Lidya melawan perintahnya, tapi kemudian dengan tenang Pak Hasan menyunggingkan senyum. “Aku akan memberikan pilihan, Nduk. Mana yang akan kau pilih? Buka baju sendiri atau aku minta mereka bertiga ini merobek – robek dastermu dan kamu akan pulang ke rumah tanpa sehelai benangpun?”
Lidya menundukkan kepala. Lagi – lagi dia tidak bisa membantah.
Dengan perasaan kalah, Lidya membuka dasternya. Ketika daster itu luruh ke tanah, Edi, Eko dan Ecep bertepuk tangan kegirangan. Tubuh Lidya kini hanya tinggal dibalut oleh pakaian dalam berwarna merah jambu. Melihat tatapan galak Pak Hasan, Lidya melanjutkan aksinya membuka baju. Dalam hati Lidya, ada sedikit perasaan ingin berbuat nakal di hadapan mertua dan ketiga temannya. Lihat saja Edi, Eko dan Ecep, seperti anak kecil yang berlomba untuk melihat mainan baru.
Lidya akhirnya melepas kait behanya dan menurunkan celana dalamnya.
Edi, Eko dan Ecep berteriak – teriak senang karena pada akhirnya bisa menyaksikan tubuh seksi Lidya tanpa balutan seutas benang pun. Ini benar – benar kecantikan yang sempurna karena dengan atau tanpa pakaian, Lidya sangat mempesona. Si cantik itu menundukkan kepala karena malu, wajahnya memerah.
Setelah Lidya telanjang, permainan dimulai kembali, kali ini Edi, Eko dan Ecep bermain dengan sungguh – sungguh. Tidak ada yang ingin melewatkan tubuh Lidya yang seksi itu walaupun hanya bisa menyentuh tanpa melakukan eksekusi. Sekali dua kali mereka yang bermain melirik ke arah tubuh Lidya.
Lidya yang lemas duduk di pojok pos siskamling. Memperhatikan empat orang pria sedang bermain domino untuk memperebutkan dirinya. Tidak pernah ia bayangkan selama hidup bahwa pada suatu ketika ia akan melayani tiga orang lelaki dari desa terpencil.
“Dingin?” bisik Pak Hasan lembut di tengah – tengah permainan.
Lidya mengangguk, ia memang tengah menggigil. “Di… dingin…”
“Coba pakai ini.” Pak Hasan melepas jaketnya yang tebal dan memberikannya pada Lidya. “Aku sudah pakai baju dobel.”
Terkejut juga Lidya menyaksikan mertuanya. Tumben sekali dia baik?
Sesaat kemudian Pak Hasan kembali asyik bermain, lupa pada Lidya yang kini mengenakan jaketnya. Untuk sesaat itu, Lidya merasakan kehangatan melebihi apa yang pernah ia rasakan. Sisi yang belum pernah ia lihat dari Pak Hasan. Untuk pertama kalinya, ia ingin memberikan semangat pada ayah mertuanya. Ia ingin Pak Hasan yang menang.
Tapi setelah beberapa putaran ternyata Eko Tompel yang memenangkan permainan.
Begitu menang Eko langsung melepas celananya. “Aku sudah tidak sabar lagi!” teriaknya penuh nafsu. Lidya langsung ketakutan melihat bentuk kemaluan Eko. Penis Eko sangat hitam dengan urat kemerahan melingkarinya, bentuknya agak bengkok dengan tonjolan – tonjolan di sekeliling batang yang besar. Rambut kemaluan Eko yang dibiarkan tumbuh tak teratur menambah kesan kotor pria itu.
Eko tidak mau berlama – lama, ia menarik Lidya yang ketakutan ke bagian tengah pos kamling. Lidya dibaringkan di tengah sementara Eko naik ke perut Lidya dan duduk di sana. Lidya berusaha meronta dan memukul dada Eko, namun pria bertompel itu lebih kuat darinya. Dengan mudah ia mengunci tubuh Lidya dan melepas jaket Pak Hasan yang melindungi bagian atas tubuh si molek.
“Tak ada memek, susupun jadi.” Kata Eko sambil menjilat lidah penuh nafsu melihat payudara Lidya.
“Tidak… aku tidak mau… aku tidak mau… aku tidak mauuuu…!!!” Lidya menjerit panik. Tapi Edi dan Ecep memeganginya dengan erat sehingga si cantik itu sama sekali tak mampu menggerakkan tubuh. Eko Tompel meletakkan penisnya di antara buah dada Lidya dan mulai bergerak maju mundur dengan teratur. Lidya menggelengkan kepala tak percaya, Eko tengah memperkosa buah dadanya! Penisnya kini digesekkan di dada Lidya, tepat di antara kedua payudaranya. Tangan Eko meremas susu Lidya dan mencoba mempertemukan kedua balon buah dada si cantik itu.
“Hghhh! Haghhhhh!! Hnghhh!!!” Lidya menghembuskan nafas setiap kali ujung gundul penis Eko bertumbuk dengan dagunya karena pada saat itulah beban tubuh Eko menekan dadanya. Ia meringis karena remasan tangan Eko menyakiti payudaranya. Air mata menetes perlahan dari pelupuk mata indahnya. Tidak hanya menyakitinya, tapi penisnya yang kotor itu membuat Lidya begitu jijik. Lidya meronta sejadi – jadinya tapi tanpa hasil, sementara Eko demikian bernafsu menungganginya.
Tiba – tiba saja…
“Haaaaaaaakkkkkhhh!!!” Mata Lidya melotot seakan ingin keluar dari lubangnya. Si molek itu menggeram karena merasakan sakit yang amat sangat di liang cintanya.
Tanpa aba – aba dan tanpa persiapan apapun, Pak Hasan tiba – tiba saja beringsut ke belakang Eko dan melesakkan penisnya ke dalam vagina Lidya dalam – dalam. Lidya yang kaget tentu saja langsung meronta – ronta sebisa mungkin. “Jangan Pak! Jangan!!! Jangaaaan!! Aku belum siap!!!”
Tapi kedua orang yang kini mengerjai Lidya tentu tidak ingin berhenti sampai mereka mendapatkan kepuasan puncak. Lidya menjerit – jerit sekuat tenaga, dia tidak peduli lagi jika ada orang yang akan datang. Dia justru sedang membutuhkan pertolongan! Lidya memejamkan matanya, rasa sakit di selangkangannya begitu ngilu, kasar sekali Pak Hasan menyetubuhinya. Gerakan maju mundurnya bukan gerakan yang lembut, tapi menyentak – nyentak dengan sangat cepat. Kaki Lidya dinaikkan ke pundak pak Hasan untuk mempermudah pria tua itu menghentakkan kemaluannya dalam – dalam dengan sekuat tenaga. Setiap sodokan membuat Lidya menggigil dan melenguh sakit.
Keringat deras membasahi tubuh ketiga anak manusia yang kini tengah bergulingan di pos ronda itu. Eko terus saja memangsa dan mengocok penisnya di antara buah dada Lidya. Rasa yang ditimbulkan antara gesekan penis bertonjolan dengan buah dada putih mulus membuat Eko dan Lidya sama – sama melayang. Setiap kali penis Pak Hasan menyentak masuk dan bertumbukan dengan dinding terdalamnya, saat itu pula ujung gundul penis Eko menyentuh dagu Lidya. Edi dan Ecep yang memegang tangan Lidya mengutuk ketidakmampuan mereka mengalahkan Eko dalam bermain domino, lihat betapa binalnya wanita kota ini.
“Gimana rasanya, Pak?” tanya Eko penasaran. “Gimana rasanya?”
“Sempit banget, Ko! Sempit!!! Enakk!!” jawab Pak Hasan sambil tertawa.
“Tantangan terakhir, Pak! Ayo semprotkan di dalam! Hamili dia!!! Hamili menantumu sendiri!!” kini giliran Eko yang tertawa terbahak – bahak.
“Siapa takut?!!!” Pak Hasan membalas.
Lidya menggeleng ketakutan, tidak! Itu yang dia tidak inginkan! “Jangan Pak! Jangan di dalam, keluarin di luar saja… aku tidak mau, Pak! Aku mohon!!! Aku mohon, Pak!!”
“Te – terus… kalau dia punya anak nanti, ma – ma – manggil Pak Hasan apa dong? Ba – ba – Bapak atau Kakek?” tanya Edi Gagap disusul tawa teman – temannya.
“Ayolah, Nduk. Kamu suka kan? Aku yakin anak kita akan jadi anak yang berbakti pada orangtua dan kakeknya.”
“Tidaaaaaak!!!” jerit Lidya, dia sudah menjerit sekeras mungkin, kenapa tidak ada orang menolongnya? Kenapa seandainya ada orang mendengar mereka membiarkan saja dia digumuli empat orang ini? Lidya meronta – ronta tanpa daya karena eratnya jepitan Eko pada perut dan payudaranya. Sesungguhnya orang – orang desa sudah terbiasa mendengar teriakan wanita di tengah malam datang dari pos siskamling. Itu karena Edi, Eko dan Ecep sudah terbiasa menyewa lonthe untuk mereka nikmati di sana. Jadi mereka tidak heran kalau malam itu ada teriakan dari pos kamling.
“Auuuuuhhhh!!!” Eko sudah mencapai orgasmenya, Lidya memejamkan mata dan menutup mulutnya. Penis Eko muncrat – muncrat tanpa halangan, membasahi bagian atas dada Lidya dan dagunya. Si cantik itu berusaha menahan mulutnya terkatup agar ia tidak sampai menelan sperma Eko. Tapi agak susah membersihkan bibirnya yang sudah belepotan sperma seperti ini. Belum selesai Lidya membersihkan bibir dan mendorong tubuh Eko menjauh, sentakan keras menghantam dinding terdalam liang cintanya.
“Haaaaaaghhh!!!” Lidya menahan sakit yang luar biasa. Tapi ia tidak bisa melawan Pak Hasan lagipula tidak ada gunanya, Pak Hasan tidak akan peduli. Pria tua itu menyemprotkan cairan cintanya begitu mencapai puncak kepuasan. “Hggghhhhh!! Sempit banget memekmu, Nduk!”
Lidya menjerit ketika dia merasakan semprotan cairan kental dari ujung gundul kemaluan Pak Hasan membanjiri liang cintanya. Rupanya Pak Hasan telah mencapai puncak!
“Bagaimana kalau akhirnya kamu membuatkan aku seorang cucu, Nduk?” tanya Pak Hasan sambil terus menyemburkan spermanya ke dalam liang cinta Lidya. Bagaikan mulut yang kehausan, vagina Lidya menyedot semua sperma yang disemprotkan oleh Pak Hasan. Lidya menggelengkan kepala lemas karena tak percaya, tidak hanya baru saja disetubuhi ayah mertuanya di depan tiga kawanan berandal desa yang seharusnya bertugas menjadi penjaga kampung, tapi bajingan tua itu juga berniat menghamilinya. Membayangkan dirinya dihamiliki ayah mertuanya sendiri di hadapan banyak saksi membuat Lidya ingin muntah.
Plop! Pak Hasan menarik penisnya dari dalam memek Lidya sambil meninggalkan bunyi lepasan yang nyaring. Tubuh Pak Hasan ambruk karena lemas, menimpa tubuh Lidya yang masih terlentang.
Dengan susah payah si cantik itu mencoba menyingkirkan tubuh Pak Hasan agar dia bisa berdiri tegak dan menutup ketelanjangannya. Ia membenahi tali behanya, lalu mengenakan roknya kembali. Vaginanya yang sedari tadi terus menerus diserang masih terasa perih, tapi Lidya sudah tidak tahan ingin meninggalkan tempat terkutuk ini. Dia bahkan tidak mampu berdiri, berjalanpun sempoyongan.
“Menantu yang hebat, Pak,” kata Eko sembari mengenakan kembali kaos dan jaketnya. “Lain kali kalau main kartu lagi, selalu ajak dia juga ya, Pak.”
Semua yang disana tertawa kecuali Lidya.
Malu sekali rasanya Lidya. Malu sekali. Wajahnya memerah tak tertahan. Walaupun semburat merah itu menambah manis wajahnya yang cantik, tapi tidak ingin dia mempersembahkan keindahan apapun kepada orang – orang ini. Tubuhnya seharusnya hanya menjadi milik Mas Andi, suaminya! Ingin rasanya Lidya cepat – cepat lari dan pergi dari tempat ini. ‘Menantu yang hebat’, menantu! Bukankah seorang menantu itu seharusnya dianggap sebagai anak sendiri? Bukan budak seks yang setiap saat disetubuhi? Untunglah malam kali ini begitu gelap sehingga baik Pak Hasan, Edi, Eko maupun Ecep tidak melihat merah wajah Lidya yang malu sekaligus marah. Setelah akhirnya nafasnya kembali normal dan rasa nyeri di selangkangan dan dadanya mulai menghilang, dengan buru – buru Lidya pergi meninggalkan pos ronda dan lari pulang ke rumah, meninggalkan Pak Hasan yang berjalan mengikutinya dengan santai sambil mengepulkan asap rokok.
Untuk pertama kali dan terakhir, ketiga orang yang duduk bersama dan meronda malam itu menyunggingkan senyum penuh kepuasan. Mereka tidak akan pernah melupakan saat – saat terindah dalam hidup mereka ini. Saat – saat rahasia yang hanya mereka bertiga, Pak Hasan dan Lidya yang tahu.
Semuanya akan baik – baik saja, jika mereka diam.
Ketiga orang itu berbaring di pos ronda dan memejamkan mata mereka, berharap kejadian yang baru saja mereka alami akan berulang di kemudian hari. Oh, betapa inginnya mereka memiliki Lidya yang mempesona. Sungguh beruntung Pak Hasan, memilik menantu jelita seperti Lidya.
Edi Gagap, Ecep Sumbing dan Eko Tompel tidur dengan senyum mengembang.

itulah cerita dewasa tentang Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi

0 comments:

Post a Comment