Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi | Seminggu telah berlalu sejak Lidya dan Pak Hasan pulang dari Desa Kapukrandu.
Tas berisi pakaian dan semua keperluan Pak Hasan sudah diletakkan di ruang tamu. Pria tua itupun sudah memesan taksi. Sekitar setengah jam lagi dia akan meninggalkan rumah Andi dan pergi menuju kontrakannya yang baru, jaraknya memang tidak jauh dari rumah ini, sekitar setengah jam perjalanan, namun segala sesuatunya pasti akan berubah.
Dengan santai Pak Hasan duduk di ruang tamu sambil menyeruput kopi susu yang dihidangkan sang menantu. Rokoknya yang masih mengepul ia letakkan di atas asbak.
Rencananya Pak Hasan akan pindah dan menempati rumah kotrakan baru mulai hari ini tapi karena Andi lagi – lagi ditugaskan keluar kota, Lidya yang akan melepas kepergian ayah mertuanya. Kadang Pak Hasan heran dengan anaknya itu…. dia sibuk sekali mencari uang dan tergila – gila dengan pekerjaan, bahkan sampai melupakan istrinya yang cantik dan seksi di rumah sendirian, seakan – akan tidak takut hal – hal buruk akan menimpa Lidya. Pak Hasan geleng – geleng kepala. Orang memang kadang tidak menyadari apa yang sesungguhnya telah ia miliki, sampai pada saat ia kehilangan.
Kepulan asap rokok menyeruak di ruang tamu rumah Andi, asap yang terbang mengendarai angin kecil dan kemudian lepas ke alam bebas melalui jendela berteralis yang dibuka lebar. Udara sejuk semilir berhembus sesekali ke dalam rumah, memberikan kenikmatan alami bagi Pak Hasan.
Langkah kaki ringan menghampiri sang lelaki tua. Harum wangi semerbak memenuhi ruangan, tanpa harus menengokpun Pak Hasan tahu siapa yang datang. Lidya duduk di kursi yang ada di hadapan Pak Hasan. Wajahnya yang cantik terlihat muram, kepalanya menunduk.
“Sudah saatnya kita bicara dari hati ke hati, Nduk.” Kata Pak Hasan sambil menebar senyum mesumnya yang khas. Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
Lidya terdiam tanpa ekspresi.
“Kamu pasti senang aku keluar dari rumah ini, kita tidak bisa bercinta lagi sesering biasanya. Aku akan sering berkunjung kalau kamu kangen… hmm…” tiba – tiba Pak Hasan menghentikan kallimatnya, untuk pertama kalinya di hadapan Lidya, pria tua itu gelisah. “Tidak. Tidak. Sudah cukup. Ya. Sudah cukup apa yang aku lakukan selama ini. Tapi… ah… tapi aku akan memberikanmu pilihan.”
Lidya masih terdiam.
“Aku rasa sudah cukup yang aku lakukan selama ini terhadapmu. Sejahat – jahatnya orang tua, aku ingin anakku juga bahagia. Aku ingin kamu membahagiakan Andi dan itu artinya aku harus melepaskanmu, urus anakku itu baik – baik. Walaupun tidak selamanya, tubuhmu terlalu indah untuk dilepaskan. Kalau aku butuh memekmu, ya kamu harus menyediakannya. Tapi untuk sementara waktu, biarlah Andi yang memenuhi nafsu liarmu…”
Lidya menatap mertuanya dengan tatapan tanpa ekspresi.
“Sebelum aku melangkahkan kaki keluar dari rumah ini, kamu harus memilih, Nduk.” Pria tua itu berdiri dengan tenang sambil meraih rokoknya. Ia menenteng tas yang sepertinya cukup berat. “Apapun permintaanmu, akan aku kabulkan. Jadi pilih dengan hatimu. Apapun yang kamu mau akan aku penuhi. Kali ini janji pasti aku tepati… termasuk jika kamu ingin bebas dariku.”
Lidya berdiri gamang dan menatap orang yang telah menghancurkan kesuciannya sebagai seorang istri setia itu dengan pandangan tak percaya. Lidya yang sudah sangat sering tidur dengan orang tua itu belum pernah melihat ekspresi wajah Pak Hasan yang sedemikian santai namun serius. Sosok lain Pak Hasan yang ini tidak pernah dilihat Lidya sebelumnya, mungkin pernah dulu.. sebelum dia berubah menjadi binatang pemerkosa yang menghancurkan statusnya sebagai istri setia dan menantu. Akankah dia bisa dipercaya untuk menepati janji?
“Aku ingin kamu memilih…” Pak Hasan melangkah menuju pintu.
Lidya masih tak bergeming, bola matanya yang tajam berkaca – kaca.
“…tetap menjadi budak seks… atau…”
“…atau?” desah suara Lidya pelan sekali, hampir berbisik. Seperti ada sesuatu yang mengganjal kerongkongan wanita molek itu.
“…bebas.” Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
Kata – kata yang diucapkan oleh Pak Hasan seperti tetes air di tengah padang pasir. Kata yang sudah lama sekali ia nantikan. Bebas. Betapa mahalnya harga kata – kata itu. Bebas. Lepas dari Pak Hasan, lepas dari eksibisionisme paksaan, lepas dari hubungan tak senonoh, lepas dari mertua cabul. Sejuk sekali di dalam hatinya mendengar kata – kata itu… ‘bebas’.
Tapi…
Tapi… apakah benar bebas adalah hal yang dia inginkan?
Keringat mulai menetes di dahi si cantik. Dia harus segera memutuskan. Dia harus bebas. Dia harus lepas dari pengaruh mertuanya yang cabul. Dia harus… harus…
“Jadi?” Pak Hasan mengulang pertanyaannya, “pilih menjadi budak atau bebas?”
Lidya tak menjawab, hatinya gamang. Si cantik itu bimbang dan bingung, walaupun ia sendiri masih tak tahu apa sebenarnya yang menyebabkannya kebingungan. Bisa dibilang Lidya bingung akan kebingungannya.
Bukankah sudah jelas pilihannya? Yaitu bebas? Lalu apa yang sebenarnya dia inginkan?
Apa suara yang bergejolak dalam hatinya?
Apa….?! Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
“Ini yang terakhir. Pilih… tetap jadi budak atau bebas?” kali ini Pak Hasan bertanya untuk yang terakhir kali, nada suaranya sudah terdengar lain. Ayah mertua Lidya itu sudah siap melangkah kaki keluar dari rumah. Tangannya telah membuka pintu dan menenteng tasnya keluar.
Lidya tahu dia harus menjawab pertanyaan itu sebelum Pak Hasan melangkahkan kaki keluar. Lidya tahu jawabannya, tapi lidahnya kelu dan bibirnya terkatup rapat. Jelas dia ingin bebas, dia tahu pasti dia ingin bebas, dia yakin sekali ingin bebas dari perangkap cabul Pak Hasan yang telah membuat dirinya kotor dan tak berharga. Tapi susah sekali bagi Lidya mengucapkan kata “bebas” itu. Ada yang menghalanginya, sesuatu yang berat dan nyeri sekaligus menghinggapi hatinya.
Dengan satu usaha terakhir, Lidya akhirnya mengucapkan apa yang benar – benar dia inginkan dalam hati sebelum Pak Hasan pergi.
“Aku memilih…” suara Lidya terdengar bergetar.
Pak Hasan terhenti dan menunggu.
“Budak…” Lidya mengucapkan sebisik kata dengan pelan dan gemetar.
Si cantik itupun luruh ke lantai dan menangis tersedu – sedu, Lidya menyadari konsekuensi pilihannya. Ia menyesali keputusan sekaligus mengutuk hatinya sendiri. Ia tak mengerti kenapa ia justru memilih hal yang terkutuk itu. Kenapa?
Senyum tersungging di bibir Pak Hasan.
“Telpon aku kalau Andi tugas keluar kota, Nduk. Aku akan datang.”
###
PENUTUP
Sumarto menatap bosan pesawat televisi yang menyala. Tangannya bergerak malas memindah channel menggunakan remote yang sudah mulai kehabisan baterai. Ia harus menepuknya beberapa kali sebelum channelnya berpindah. Ia sebenarnya sudah mengusulkan pada majikannya untuk membeli baterai remote baru, tapi sampai saat ini sang majikan enggan menanggapi, mungkin karena mereka memiliki pesawat televisi sendiri di dalam kamar sehingga malas membeli baterai baru untuk televisi ruang tengah yang memang hanya dipakai oleh Marto. Majikannya sudah beberapa hari ini bepergian ke luar kota, meninggalkan Marto sendiri di rumah. Walaupun milik orang yang lumayan berada, rumah ini tidak begitu besar, sehingga Marto tidak kerepotan mengurusnya tanpa teman.
Ketika channel diganti, sinetron demi sinetron mengisi layar televisi. Tidak satupun yang memuaskan Marto. Bagi pembantu rumah tangga seperti dia, menonton sinetron adalah hiburan utama, walaupun begitu ia sudah bosan menonton cerita sinetron yang begitu – begitu saja, sinetron – sinetron yang menjual cerita usang dan mengandalkan bintang – bintang muda berwajah indo. Ia heran kenapa pembantu sebelah mengidolakan acara semacam ini, hanya menjual mimpi dan wajah cantik penuh polesan. Sesungguhnya Marto hanya tertarik pada satu hal di layar televisi yaitu pertandingan sepakbola. Sayang tidak ada pertandingan bola hari ini. Yah, paling tidak dia bisa dipuaskan melihat wajah cantik pemain sinetron, dada – dada mereka yang membusung, pantat mereka yang bulat dan kaki mereka yang jenjang, sosok – sosok impian yang menggiurkan.
Omong – omong soal wajah cantik, Marto jadi teringat pada satu sosok menarik yang ia lihat beberapa minggu yang lalu. Wajah yang tampil sangat mempesona tanpa noda dan tanpa polesan bedak tebal seperti para bintang sinetron itu. Wajah yang bisa dibilang sempurna namun sayang statusnya adalah istri orang kaya yang tidak mungkin bisa ia sandingi. Marto menarik nafas panjang dan kembali menonton acara televisi yang menurutnya sangat tidak menarik dan membosankan.
Siapa wanita cantik yang sangat memukau Marto itu?
Sebenarnya dia sedang teringat pada Bu Lidya, istri Pak Andi yang tinggal di sebelah rumah. Wajahnya cantik, tubuhnya indah, perangainya halus dan sopan, benar – benar tipe istri setia yang pasti asyik sekali dikeloni di tempat tidur. Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
Dulu ketika keluarga Andi baru saja pindah, ia pernah mendengar bapak – bapak yang sedang ronda membicarakan kemolekan Lidya, mereka iri dan mengatakan kalau Andi sangat beruntung bisa menikahi wanita seseksi Lidya. Saat itu ia sedang mengantar gorengan yang dipesan sang majikan yang sedang ronda. Bahkan majikannya sendiri mengatakan kalau dia tidak keberatan kalau Andi mau tukar tambah dengan istrinya sekarang, ia bersedia membayar berapapun untuk mendapatkan Lidya. Dasar majikannya memang tidak tahu malu…
Tapi Marto tak sepenuhnya menyalahkan majikannya yang hidung belang, tidak ada lelaki yang tidak meneguk ludah kalau ditawari sesosok makhluk cantik seperti Lidya. Hanya dalam waktu singkat, Lidya sudah menjadi warga yang dikagumi dan terkenal, tentunya karena semua orang ingin dekat dengan wanita seseksi dan semolek dia. Kecantikannya membuat Lidya punya banyak kawan, Bapak – bapak ingin menikmati keindahan tubuhnya sedangkan ibu – ibu sangat menyukai sikapnya yang ramah dan manis. Pak Andi memang sangat beruntung, pikir Marto.
Pembantu berkulit gelap itu mengeluh, entah kenapa sejak tinggal di rumah ini dia belum pernah sekalipun memiliki pacar. Sejak putus dengan Narti yang pulang ke desa, Marto tak pernah dekat lagi dengan wanita. Dulu ia punya istri dan anak, tapi istrinya memilih untuk pergi tanpa pamit dengan seorang juragan bawang di kota lain. Sampai hari ini Marto tak pernah berjumpa lagi dengan istri dan anaknya.
Tiba – tiba, bel rumah berbunyi, Marto beranjak dari duduknya dengan satu desahan malas yang sangat panjang, hancur sudah lamunannya. Dengan dengusan kesal ia membuka pintu depan.
Betapa kagetnya Marto ketika ia tahu siapa tamu yang datang. Matanya terbelalak dan lidahnya kelu, dia tidak tahu harus berkata apa. Ini di luar dugaan dan ada di batas impian.
“Selamat malam, Pak.”
“Se – selamat malam, Bu Lid… eh… ma… maksud saya, Bu…. Bu Andi…”
Memang benar, Marto sama sekali tak mengira Lidya akan datang berkunjung malam itu, inikah yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba? Belum lama Marto membayangkan kemolekan tubuh sang tetangga, eh… dianya datang! Benar – benar panjang umur! Sampai terbata – bata dia menyambut kedatangan si makhluk seksi satu ini. Mimpi apa dia semalam?
Tapi senyum lebar Marto berubah lemas ketika tahu ternyata Lidya tidak datang sendiri. Dia datang dengan seorang laki – laki tua yang senyumnya aneh. Kalau tidak salah, orang ini adalah Pak Hasan… ayah Pak Andi, mertua Lidya! Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
“Kami tidak menganggu, kan?” tanya Lidya lembut.
“Ti… tidak! Tidak kok! Tapi rumah baru kosong ini, Bu! Pak Toni sama keluarga kebetulan baru pergi keluar kota.” Jawab Marto kikuk. “Mungkin seminggu lagi baru pulang. Ada acara nikahan.”
“Oh, tidak apa – apa.” Kata Pak Hasan, “yang kami cari bukan Pak Toni sekeluarga, kami mencari anda.”
Marto tambah kebingungan, jangan – jangan ia sudah melakukan hal yang menyinggung keluarga Pak Andi ini. Orang kecil seperti Marto memang selalu khawatir jika menyinggung ‘kaum majikan’, karena nasib mereka tentunya ada di tangan kaum majikan. Tubuhnya jadi merinding karena ia takut sekali seandainya berbuat salah di luar kemauannya. “Saya? Memangnya ada perlu apa ya, Pak? Perasaan saya tidak berbuat salah kan, Pak?”
“Ha ha ha, tidak kok, Pak Marto. Anda tidak melakukan kesalahan apa – apa. Kami hanya ingin berbincang – bincang sejenak. Kami tahu Pak Toni sekeluarga baru pergi, jadi kami sengaja datang malam ini karena kebetulan hari ini saya menginap di rumah anak saya, si Andi kan baru pergi keluar kota.” Jawab Pak Hasan sambil tertawa terbahak – bahak. Ia suka sekali melihat orang seperti Pak Marto ini kebingungan.
“Boleh kami masuk dulu?” tanya Lidya dengan lembut.
Suaranya bagai biduan surga menyenandungkan lagu yang indah, enak sekali didengar. Suara yang menyejukkan.
“Bo… boleh… si… silahkan…”
Lidya dan Pak Hasan masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa di ruang tamu setelah dipersilahkan oleh Marto.
“Jadi, kira – kira apa yang mau dibicarakan ya, Pak?” tanya Marto dengan cemas. Dia tidak mau dipecat gara – gara kesalahan kecil yang ia sendiri tidak tahu apa yang telah ia perbuat… eh tunggu dulu… jangan – jangan ini gara – gara beberapa minggu yang lalu ia melihat Lidya menjemur pakaian hanya dengan mengenakan kemeja kedodoran yang membungkus tubuh seksinya. Jangan – jangan ia ketahuan mengintip???
Jantung Marto berdetak dan nafasnya naik turun ketakutan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Keringatnya menetes deras dan membasahi wajah yang pucat pasi.
“Kalau tidak salah beberapa minggu yang lalu… Pak Marto mengamati menantu saya ini sedang menjemur pakaian?” tanya Pak Hasan pelan.
Mati dia! Jantung Marto makin keras berdetak bersamaan dengan bertambah derasnya keringat yang mengaliri jidatnya. “Su… sungguh, Pak! Saya tidak sengaja! Saya benar – benar menyesal melihat ke atas saat itu! Saya benar – benar tidak sengaja! Saya minta maaf… Pak… Bu…. saya minta maaf… saya…”
“Menurut Pak Marto, menantu saya ini cantik tidak?”
Kaget juga Marto mendengar pertanyaan lanjutan dari sang pria tua gemuk yang senyumnya aneh ini. “Ca… cantik.”
“Seberapa cantik?”
“Se… seperti bidadari…” gagap Marto mencoba mengeluarkan kata. Walaupun akan terdengar aneh, namun Marto berucap jujur.
Wajah Lidya bersemu merah mendengar pujian dari pembantu sebelah rumahnya. Ia tersipu – sipu, menambah manis wajahnya yang menggemaskan.
“Kalau tubuhnya? Seksi tidak?”
Marto benar – benar tercengang, kok pertanyaannya aneh – aneh begini? “Se…seksi, Pak.”
“Seberapa seksi?”
“Sa… saya takut menjawab pertanyaan ini, Pak… saya takut kalau – kalau saya jadi kurang ajar. Sungguh, Pak. Saya mohon ampun kalau kemarin saya berbuat salah… bukan maksud saya untuk…..”
“Seberapa seksi menantu saya ini, Pak Marto?”
Marto gelagapan, ia benar – benar takut menjawab pertanyaan yang diajukan itu. Ia bagaikan seorang tahanan perang yang sedang dimintai keterangan oleh pihak lawan, salah menjawab, kepalanya akan dipenggal. Keringat pembantu rumah tangga yang sederhana itu menetes deras, pakaian yang ia kenakan basah kuyup oleh keringat. “Bu – bu Andi… se… seperti bintang film… tubuhnya sek… seksi sekali…” Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
Mendengar jawaban itu Pak Hasan tertawa terbahak – bahak dan bertepuk tangan sementara wajah Lidya yang manis kembali memerah.
“Luar biasa. Luar biasa.” Kata Pak Hasan, “karena Pak Marto telah menjawab pertanyaan kami dengan jujur, maka menantu saya ini akan memenuhi satu keinginan Pak Marto sebagai hadiahnya. Apapun keinginan itu! …termasuk jika Pak Marto ingin menyentuh… atau memeras, atau mencium bagian dari tubuh menantu saya…” kata Pak Hasan sambil mengedipkan mata.
Samber geledek!! Marto sampai melompat dari duduknya.
Sumarto adalah pria desa yang sederhana, apa yang baru saja dikatakan Pak Hasan membuatnya kaget setengah mati. Ia mengira apa yang pernah dilakukannya akan menyebabkannya dihukum, ia tidak menyangka Pak Hasan dan Bu Lidya justru memberikannya hadiah. Yang lebih mengagetkan adalah hadiah yang diberikan oleh mereka adalah… pelayanan dari Bu Lidya!!!
“A… apapun?”
“Apapun.” Tegas Pak Hasan.
“I… ini main – main kan?”
“Tidak.”
“Tidak bohong?”
“Tidak.”
Marto meneguk ludah. “Ka… Kalau begitu saya ingin… saya ingin…”
“Apapun. Kecuali yang ‘itu’.” Pak Hasan terkekeh, ia tahu dengan pasti apa yang diinginkan Marto bahkan sebelum ia mengucapkannya. Pembantu rumah sebelah itu tersipu – sipu malu karena ketahuan.
“Yang ‘itu’ tidak boleh, ya?”
“Sayangnya tidak boleh. Mau diapakan saja boleh, asal jangan ada ‘sesuatu masuk ke ‘sesuatu’.” Kata Pak Hasan. “Baiklah, apa keinginan Pak Marto?”
Marto mencoba mengamati Lidya dari jempol kaki hingga ke ujung rambut. Seorang bidadari yang sempurna. Apa yang akan kamu minta seandainya kamu bisa meminta seorang bidadari untuk mewujudkan impian terliarmu?
“Boleh apa saja?” Marto mengulang pertanyaannya.
“Apa saja.” Pak Hasan mengulang jawabannya.
“Ka… kalau begitu, sa… saya ingin Bu Andi menari di pangkuan saya…” Marto meneguk ludah dengan nafsu. “…tanpa mengenakan celana dalam.”
Mendengar permintaan itu, Lidya sedikit panik, si cantik itu tahu ia tidak bisa menolak permintaan Marto. Pak Hasan akan marah dan hal – hal yang buruk bisa terjadi. Satu – satunya harapan bagi si cantik itu adalah dengan menuruti kemauan pembantu sebelah rumah yang sederhana ini, lagipula Lidya sudah sangat sering menari di pangkuan mertuanya yang cabul.
Kebetulan Lidya mengenakan rok model mini flare yang hanya menutup hingga di atas lutut. Dia bisa dengan mudah melepas celana dalamnya karena bagian bawah rok berbentuk mekar. Dengan hati – hati sekali Lidya mengangkat bagian bawah roknya, mengait karet di pinggir celana dalam dan menarik turun satu – satunya pelindung kemaluannya itu. Lidya melakukan ini dengan pelan – pelan sekali.
Justru karena Lidya melakukannya dengan perlahan, apa yang dilakukan si cantik itu ibarat pertunjukan striptease, langsung di depan mata Marto! Pembantu sebelah rumah itu langsung meneguk ludah dan belingsatan melihat aksi Lidya. Ia bisa melihat dengan jelas paha mulus istri Pak Andi, benar – benar tiada duanya! Ini benar – benar pucuk dicinta ulam tiba! Dengan mata kepala sendiri Marto bisa menikmati celana dalam Lidya menelusuri kakinya yang jenjang dan seputih pualam lalu lepas di ujung kaki tanpa halangan.
“Berikan padanya…” bisik Pak Hasan pada Lidya yang tadinya hendak meletakkan celana dalam di lantai.
Dengan langkah yang bagi Marto luar biasa seksi, Lidya maju perlahan sambil membawa celana dalam mungil berwarna merah muda yang baru saja dilepas dari dekapan kemaluannya yang harum. Ia memberikannya kepada Marto yang menerimanya dengan tangan bergetar. Lidya membungkukkan badan sedikit agar ia bisa mencapai telinga Marto.
“Simpan baik – baik.” Bisik Lidya dengan suara bergetar. Siapa bilang ia juga tidak takut?
Marto menerimanya dan memasukkannya ke dalam kantong celana. Ia meneguk ludah.
Berada di dekat Lidya sudah membuat Marto belingsatan. Ia tak mampu mengendalikan nafsunya lagi, kemaluannya menegak dengan cepat. Pembantu rumah tangga itu bisa melihat kerling mata Lidya menyapu selangkangannya dan melirik ke arah tonjolan yang muncul di sana. Entah ia harus malu… atau malah… Cerita Dewasa - Ngentot Memek Perawan Lidya Yang Hot dan Seksi
Marto hanya duduk saja, terdiam tak tahu harus berbuat apa. Tiba – tiba saja hari menjadi semakin gelap baginya. Lidya duduk di sampingnya, bahkan gerakan si jelita duduk pun membuat Marto jadi semakin tidak karuan. Lidya menautkan satu kaki ke paha Marto dan mulai mengambil posisi untuk duduk di pangkuannya. Melihat keringat Marto makin deras, Lidya mulai kasihan, namun tatapan mata tajam Pak Hasan memerintahkannya untuk menggoda. Ia mengangkat perlahan roknya untuk memperlihatkan kakinya yang panjang dan seksi dan sedikit mempertontonkan bulat pantatnya yang ranum.
Perlahan – lahan Lidya naik ke pangkuan Marto.
Marto meneguk ludah, tangannya tak berani digerakkan, terkungkung walau tak terikat. Matanya menatap tak lepas belahan indah di selangkangan perempuan cantik yang kini duduk di pangkuannya. Lidya meletakkan kakinya ke lantai dan tangannya di lutut Marto, si cantik itu duduk membelakanginya. Bidadari jelita itu bisa merasakan gesekan antara belahan pantatnya dengan gundukan pada selangkangan Marto. Gundukan yang cukup keras, Lidya mulai membayangkan seberapa besar sebenarnya barang milik Marto karena gundukan itu terus saja membesar.
Lidya memejamkan mata setelah melirik Pak Hasan, senyum kejam yang tersungging di bibir sang mertua jelas merupakan perintah baginya untuk memuaskan sang pembantu rumah sebelah. Si cantik itu mulai menggerakkan pantatnya yang seksi dan menggesek gundukan kemaluan Marto, mencoba meletakkan gundukan itu di tengah belahan pantatnya, mempertemukan celana Marto dengan selangkangannya yang kini sudah telanjang.
Tubuh Marto bergetar, ia bisa merasakan bibir kemaluan Lidya menggesek celananya. Bibir kemaluan yang sepertinya sudah basah. Marto sudah tak mampu lagi bertahan… jika ini terus berlanjut… dia bisa… dia bisa keluar…
Melihat Marto sudah mulai tak tahan lagi, Lidya mengubah posisi. Dia berbalik ke belakang, berhadapan langsung dengan Marto. Tubuh mereka begitu dekat, hembusan nafas Lidya bisa dirasakan hangat menyentuh wajah Marto. Si cantik itu melepas kaos ketat yang membelit bagian atas tubuhnya, menyembulkan buah dada sentosa yang membusung di dalam bra. Mata Marto hampir copot melihat keindahan tubuh wanita jelita yang kini duduk di pangkuannya.
“Lepas behamu, Nduk.” Kata Pak Hasan, pria tua itu memilih menonton Lidya dan Marto di belakang. “Biar Pak Marto bisa melihat susumu…”
Malu sekali rasanya Lidya mendengar mertuanya mengatakan hal itu kepada orang yang tidak pantas melihat tubuhnya telanjang. Dengan jantung berdebar Lidya melepas kait belakang penyangga payudaranya.
Bagaimana dengan Marto? Tubuh pria sederhana itu bergetar hebat ketika ia secara langsung bisa menikmati buah dada wanita cantik yang menjadi pujaan semua orang ini. Balon payudara Lidya memiliki ukuran yang pas, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Putingnya yang berwarna merah jambu gelap menjorok keluar seperti menunjuk ke arah dada Marto.
Marto tak kuat lagi, matanya terpejam dan iapun terpekik tertahan. Oh tidak! Tidak! Jangan! Jangaaaaan!!! Aaaahhh!!! Siaaaaal!!! Ia telah mencapai puncak!!! Dengan segenap kekuatan, Marto menembakkan air cintanya, sayang… masih di dalam celana. Habis bagaimana lagi? Dia sudah tidak kuat.
Ketika selesai, tubuh si pembantu itu melemas. Lidya bisa merasakan denyutan penis Marto yang menggesek selangkangannya. Penis yang tadinya kencang kini melemas selepas mengeluarkan cairan yang membasahi celananya sendiri. Lidya ikut kebingungan dan berulang kali menengok ke arah Pak Hasan.
Pak Hasan malah tertawa tergelak. Lidya masih duduk di pangkuan Marto dan payudaranya kini memantul – mantul di depan wajah pembantu sebelah rumah yang ketakutan setengah mati. Pria sederhana itu tak akan pernah mengira hal seperti ini akan terjadi dalam hidupnya. Pak Hasan baru saja menjadikan impian Marto menjadi kenyataan. Sayang Marto sudah… lemas.
Pria tua itu tersadar ketika Lidya memandangnya dengan pandangan takut. Pak Hasan tergelak lagi, ia mengatupkan jemari, membuat semacam lingkaran dengan menekuk ibu jari dan menemukan ujungnya dengan ujung telunjuk dan jari tengah. Pak Hasan menggerakkan tangannya itu naik turun. Lidya mengangguk mengerti.
Jemari Lidya meraba selangkangan Marto dengan gerakan pelan, tubuh si pembantu yang sudah lemas bergetar kembali. Untungnya penis pembantu itu belum sepenuhnya lemas, dengan rangsangan wanita semolek Lidya, gairah Marto pasti kembali naik.
Melalui gerakan pelan yang sepertinya sudah sangat terlatih, Lidya menurunkan celana Marto. Si cantik itu terpekik pelan melihat penis hitam besar menyentak keluar seperti seekor tikus meluncur lepas dari jebakan. Dengan jemari yang sama bergetarnya, Lidya meraih penis itu dan menggenggamnya. Marto merem melek merasakan barang berharganya digenggam oleh tangan halus seorang bidadari, ia tambah tak tahan ketika Lidya menaikturunkan tangannya untuk mengocok penis Marto.
Marto membalas dengan meremas buah dada Lidya, mencubit pentilnya yang menjulang dengan gemas dan menelusuri lekuk tubuh Lidya sebelum akhirnya meremas pantatnya yang bulat. Tidak berhenti di situ saja, tangan Marto makin berani dengan menyentuh paha Lidya dan mengelusnya. Telapak tangan yang kasar milik Marto meraba paha putih mulus Lidya, membuat si cantik itu bergetar menahan rasa. Walaupun tidak boleh memasukkan penisnya ke dalam memek Lidya, tapi bola yang ada di kantung kemaluan Marto sudah sejak tadi terantuk – antuk bibir liang cinta Lidya. Lidya yang keenakan menggesekkan kantung kemaluan Marto ke bibir memeknya seiring tangannya mengocok penis yang kembali mengeras.
Marto berbisik kepada Lidya, menyatakan betapa ia ingin memasukkan penis ke dalam memeknya, namun si cantik itu tersenyum dan menggeleng. Marto tahu ia tidak mungkin bisa menyetubuhi Lidya, tapi tak ada salahnya meminta ijin dan bertanya kan? Lidya yang merasa kasihan tahu kalau Marto sudah sangat terangsang, ia mengulum ujung telinga Marto dan meneruskan kocokannya agar lelaki sederhana itu bisa segera mengeluarkan cairan cintanya. Ia membiarkan Marto menjilati leher dan buah dadanya.
“Ouuughhhhh…. ssstttt….” desah Lidya manja ketika lidah Marto bergulat dengan puting susunya.
Mendengar desahan Lidya, Marto tak tahan lagi, ia berteriak kencang ketika kembali sampai di puncak kenikmatan… “Hraaaaghhhhh!!!!”
Cairan kental berwarna putih gading terlontar berulang dari kepala kemaluan Marto. Muncrat dari ujung gundulnya dan membasahi jemari lentik Lidya yang saat ini tersenyum, akhirnya selesai juga, ia bisa pulang dan…
“Bersihkan dong, Nduk.” Perintah Pak Hasan, “kasihan Pak Marto kalau barang – barangnya kotor.”
Lidya mengutuk mertuanya yang tidak punya perasaan. Dengan memejamkan mata Lidya pertama – tama membersihkan jemarinya dulu, ia jilat seluruh cairan cinta yang menempel di sana dan ditelannya dalam – dalam. Dengan hati – hati pula Lidya menjilati batang kemaluan Marto dan menelan seluruh pejuh yang tadi sempat keluar. Kasihan sekali pembantu itu sekarang, merem melek keenakan.
Pak Hasan terkekeh melihat menantunya menjilati penis milik pembantu tetangga dan menelan cairan cinta yang keluar dengan segenap perasaannya. Ini akan jadi pertunjukan yang lama dan menarik.
Pak Hasan membuka tutup botol air mineral yang sudah ia siapkan dan meminumnya. Pertunjukan yang lama dan menarik, ulang batinnya. Pak Hasan bertepuk tangan ketika Marto menggenggam pinggiran kursi tempatnya duduk dan mengejang akibat menahan rangsangan hebat yang ditimbulkan oleh sepongan Lidya.
Benar sekali. Rasanya malam ini akan jadi malam panjang.
Pak Hasan tertawa.
Ini pasti akan menyenangkan!
“Ayo, Nduk! Bikin punya Pak Marto berdiri lagi!”
Benar – benar malam yang panjang.
Beruntung sekali Pak Hasan punya menantu satu ini. Menantu, yang namanya Lidy
0 comments:
Post a Comment